Sawit sebagai tanaman hias |
Sebagaimana kita ketahui, belum lama ini muncul ide memasukkan kelapa sawit menjadi tanaman hutan. Banyak kekhawatiran kemudian mucul bahwa perkebunan akan dianggap hutan jika gagasan ini diterima oleh pemerintah. Jika berhasil, perkebunan kelapa sawit yang ada di kawasan hutan tak akan lagi dianggap sebagai perambahan, atau tidak akan lagi disebut sebagai penyebab deforestasi dan penyebab penguranngan penyerapan karbon. Perkebunan sawit akan disebut sebagai hutan sawit.
Bisnis.com pada tanggal 27 Januari 2022 merilis satu artikel dengan judul "Ini Alasan Kelapa Sawit Diusulkan Jadi Tanaman Hutan", ide tersebut muncul dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) melalui ketua umumnya yaitu Gulat Manurung meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kelapa sawit sebagai tanaman hutan kritis atau terlantar untuk menyelesaikan polemik kebun kelapa sawit rakyat di kawasan hutan. Apkasindo menggandeng Fakultas Kehutanan IPB University untuk membuat naskah akademik terkait dengan upaya mengkategorikan sawit sebagai tanaman hutan. Saat itu tim penyusun mengatakan kelapa sawit masih dikategorikan bukan sebagai tanaman hutan baik oleh FAO maupun Kementerian LHK.
Dalam Siaran Pers KLHK kali ini, disampaikan bahwa kelapa sawit tidak masuk sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor: P.23 tahun 2021. Upaya penyelesaian keterlanjuran perkebunan sawit di kawasan hutan, salah satunya yaitu melalui regulasi jangka benah sebagai upaya memulihkan fungsi kebun sawit rakyat monokultur menjadi kebun sawit campuran dengan teknis agroforestry tertentu disertai dengan komitmen kelembagaan dengan para pihak.
Upaya regulasi dimaksud yaitu berupa penetapan Peraturan Menteri LHK Nomor 8 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 9 tahun 2021 yang merupakan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja. Peraturan tersebut memuat regulasi terkait jangka benah, yaitu kegiatan penanaman pohon kehutanan di sela kelapa sawit. Jenis tanaman yang harus ditanam yaitu berupa pohon penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan dapat berupa pohon berkayu dan tidak boleh ditebang.
Dalam peraturan ini diberlakukan larangan menanam sawit baru dan setelah selesai satu daur, lahan wajib kembali diserahkan kepada negara. Untuk kebun sawit yang berada dalam kawasan Hutan Produksi diatur diperbolehkan satu daur selama 25 tahun. Sedangkan yang berada di Hutan Lindung atau Hutan Konservasi hanya dibolehkan 1 daur selama 15 tahun sejak masa tanam dan akan dibongkar kemudian ditanami pohon setelah jangka benah berakhir. Hingga akhir 2021, menurut Kementerian LHK tutupan sawit yang berada di kawasan hutan mencapai 3,4juta hektare.SAB/fath-2022.
Post a Comment for "KLHK Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan"